Sabtu, 12 Maret 2011

mengenal serta mengamati dan mengkaji seni rupa anak sekolah dasar

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Upaya yang terus-menerus yang dilakukan pemerintah dalam menyikapi
era globalisasi, perkembangan jaman di masa ini, adalah dengan mencerdaskan
kehidupan bangsa khususnya di bidang pendidikan dasar. Pendidikan dasar bertujuan
memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat
manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Sebagaimana kita lihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 tertera bahwa Sekolah Dasar merupakan penggal pertama dari pendidikan
dasar sembilan tahun. Sekolah Dasar sebagai penggal pertama diselenggarakan enam
tahun dan selanjutnya sebagai penggal kedua adalah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) yang diselenggarakan selama tiga tahun.
Kebijaksanaan baru ini mempengaruhi fungsi Sekolah Dasar, Sekolah Dasar tidak lagi sekadar berfungsi sebagai sarana sosialisasi dan memberikan keterampilan
“baca, tulis, hitung” dan setumpuk pengetahuan yang telah dipelajarinya. Namun,
diharapkan agar keseluruhan keterampilan ini harus bermakna bagi anak.
Keterampilan tersebut dapat dijadikan alat untuk memecahkan permasalahanpermasalahan
dalam kehidupan anak pada saat ini dan masa mendatang.
Dengan adanya pendidikan seni di Sekolah Dasar anak dapat mengembangkan
keterampilan berkarya serta cita rasa keindahan dan kemampuan menghargai seni.
Dalam kurikulum 2004, pendidikan seni di Sekolah Dasar dilaksanakan melalui mata
pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertangkes) mempunyai tujuan: (1)
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan siswa melalui penelaahan jenis, sifat,
fungsi, alat, bahan, proses dan teknik dalam membuat berbagai produk teknologi serta
seni yang berguna bagi kehidupan manusia, (2) mengembangkan kemampuan
intelektual, imajinatif, ekspresi, kepekaan kreatif, keterampilan, dan mengapresiasi
terhadap hasil karya seni dan keterampilan dari berbagai wilayah Nusantara dan
mancanegara, dan (3) menumbuhkembangkan sikap profesional, kooperatif, toleransi,
kepemimpinan, kekaryaan, dan kewirausahaan. Pembelajaran keterampilan seni rupa berfokus pada pembinaan praktik
pengalaman studio atau aspek psikomotorik. Pembelajaran ini lebih diwarnai oleh
latihan berolah seni rupa baik dalam bentuk latihan dasar (pengenalan alat, bahan
teknik) maupun latihan penciptaan. Untuk siswa Sekolah Dasar, dalam berkarya
mempunyai tema yang bervariasi, mulai dari makhluk luar angkasa, binatang4
binatang imajinatif. Pengenalan media dan teknik menggambar menjadikan pilihan
anak untuk berkarya sesuai yang disukai. Dengan eksperimen, anak dapat mencoba
berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam menggunakan alat dan bahan untuk
berkarya. Penggunaan bahan dan peralatan pembuatan karya menggambar tidak
sebatas pada kertas, crayon, cat poster, pensil warna tapi dapat juga kita pakai sumba
(pewarna makanan dan sebagainya ), kertas warna sebagai media pilihan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, masalah yang ingin peneliti
angkat dalam penelitian ini, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran apresiasi dalam pendidikan seni rupa di
Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar?
2. Bagaimana hasil pembelajaran apresiasi dalam pendidikan seni rupa di
Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar?
3. Faktor apakah yang menjadi penentu proses pembelajaran apresiasi di
Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar?
1.3 Tujuan Penelitian
Bertolak dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh informasi proses pembelajaran apresiasi dalam pendidikan
seni rupa di Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar. Sehubungan
dengan itu, tujuan penelitian secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan proses pembelajaran apresiasi dalam
pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar Kecamatan Karang Sembung
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hasil pembelajaran pembelajaran
apresiasi dalam pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar
3. Untuk mengetahui faktor penentu proses pembelajaran apresiasi dalam
pembelajaran seni rupa di Sekolah Dasar Negeri 1 Karang Mekar Kecamatan
Karang Sembung.

1.3 Manfaat Penelitian
Mengacu pada masalah dan tujuannya, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Untuk dunia pendidikan seni rupa, sebagai bahan masukan tentang proses
pembelajaran apresiasi dalam pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar.
2. Untuk memacu bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang tertarik pada
masalah pendidikan seni rupa di Sekolah Dasar.



BAB II
LANDASAN TEORI DAN PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK SEKOLAH DASAR
2.1 Landasan Teori
1. Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
Masa Mencoreng : 0 - 3 tahun
Masa bagan : 3 - 7 tahun
Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun
Masa persfektif : 10 - 14 tahun
2. Periodisai menurut Cyrl Burt (Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Masa mencoreng : 2 - 3 tahun
Masa garis : 4 tahun
Masa simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
Masa realisme visual : 9 - 10 tahun
Masa represi : 10 – 14 tahun
Masa pemunculan artistic : masa adolesen
3. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain adalah: Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Masa mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun
Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun
Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.

2.2 Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar
Setiap guru SD perlu mengenal latar belakang anak didiknya, khususnya landasan teori tentang dunia kesenirupaan anak yang telah dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12 tahun. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Perbedaan kedua karakteristik ini tampak pada gambar-gambar (karya dua dimensi) atau model, patung dan perwujudan karya tiga dimensi lainnya. Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara komprehensif. Dalam psikologi perkembangan dinyatakan baha pada rentang kehidupan manusia khususnya anak ada yang disebut masa keemasan yang dikenal dengan masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere Duquet (1953: 41) bahwa: “A childre who does not draw is an anomaly, and particulary so in the years between 6 an 10, which is outstandingly the golden age of creative expression”. Pada masa peka atau keemasan ini anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya berfungsi secara maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum, masa peka menggambar ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka perkembangan ingatan logis pada umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan Sundaryati, 1991: 33). Selanjutnya, untuk terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan ekspresi kreatif, maka guru perlu melakukan kegiatan berupa: 1) memberi perangsang (stimulasi) kepada siswa, 2) guru dapat mempertajam imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan menggunakan metode pertanyaan yang dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan kreatifitas karya. Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat karya seni, misalnya menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda yang dilihatnya. Sejalan dengan pendapat di atas, sebagai guru pendidikan seni rupa perlu memahami perkembangan artistik (artistic development) peserta didik.
1. Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period) Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan moRotik kasar. Kemudian, pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran. Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon. Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa.
2. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period) Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
3. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line)
.
4. Masa Realisme Awal (Early Realism) Pada periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
5. Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya.Sebagai akibatnya mereka malu kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.
6. Periode Penentuan Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan







Masa Mencoreng
(2 - 4 th)



Masa Prabagan
(4 - 7 th)


Masa Bagan
(7 - 9 th)









Masa Realisme awal
(9 - 12 th)











PERIODE AWAL REALISME (Early Realism Stage)
9 – 12 TAHUN










Masa Naturalisme Semu
(12 - 14 th)













Masa Penentuan
(14-17th)







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengenal perkembangan karakteristik anak diperlukan untuk melakukan pendekatan, perencanaan pembelajaran, memilih dan mentukan media, metode dan evaluasi. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12 tahun sebagai masa sekolah, perlu didukung oleh guru agar masa peka ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para siswa . Tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara komprehensif. Pembagian masa/periodisasi dimaksudkan untuk lebih mengenal karya seni rupa anak dalam hal melakukan kegiatan dan penilaian. Pada umumnya semua periodisai yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan, misalnya dimulai dari dua tahun.
B. Saran
Atas dasar itulah maka saran yang dapat diberikan oleh penulis:
1. Guru di Sekolah Dasar perlu memperhatikan pembelajaran apresiasi karena
terintegrasi dengan pembelajaran kreatif dalam pendidikan seni rupa.
2. Perlu diadakan bimbingan dari pihak Departemen Pendidikan Nasional khususnya
tingkat kecamatan mengenai pembelajaran seni rupa di SD secara baik dan benar,
khususnya pembelajaran seni rupa di sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Duquet, Piere. (1953). “Creative Communication”. Education and Art. A Symposium. Paris: UNESCO. E, Muharam dan Sundaryati, Warti. (1991). Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudyaaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Hausman, J. J. (1980). Arts and the Schools. 22
Kamaril, C. Dkk. (1999). Pendidikan Seni Rupa/Kerajinan Tangan. Jakarta: Universitas Terbuka. Lowenfeld, Victor dan Brittain, W. Lambert. (1975). Creative and Mental Growth. Six Edition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Zulkifli, L. (2003). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar